Menggapai Asa di Kampus Merah, Perjuangan Marsah, Mahasiswa Matematika dari Bima

Bima, Suaraberadab.com – Nur Marsah Damayanti, atau yang akrab disapa Marsah, lahir di Desa Leu, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, pada 23 Maret 2002. Dia adalah putri dari Zainuddin, seorang pegawai swasta, dan Mariam, seorang ibu rumah tangga.

Marsah tumbuh sebagai anak perempuan satu-satunya di antara dua saudara laki-laki, Risky Febrianto dan Muhammad Raihan. Dari usia dini, ia telah terbiasa mandiri, sebuah kemampuan yang terus ia asah sepanjang perjalanan pendidikannya, mulai dari bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Bacaan Lainnya

Marsah mengawali pendidikannya di SDN Inpres Leu pada 2009 hingga 2014. Setelah lulus, ia melanjutkan ke SMP Negeri 1 Bolo hingga tahun 2017, dan kemudian ke SMA Negeri 1 Bolo, tempat ia menyelesaikan pendidikan menengah atas pada tahun 2020.

Tahun kelulusannya, dikenal sebagai “angkatan Covid-19”, meninggalkan kesan tersendiri karena pandemi global yang memaksa kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring.

Pada tahun yang sama, Marsah memulai pendidikan Strata 1 di STKIP Taman Siswa Bima, sebuah kampus dengan almamater merah yang dijuluki “kampus merah.” Di antara tujuh jurusan yang ditawarkan pada saat itu, ia memilih Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) atas saran keluarganya yang melihat peluang karier yang besar di bidang tersebut.

Proses pendaftaran dilalui Marsah dengan penuh semangat, terutama karena ia diterima melalui jalur beasiswa KIP Kuliah. Namun, sebelum masa pengenalan kampus (PKKMB) dimulai, ibunya menyarankan agar ia berpindah ke jurusan Pendidikan Matematika, yang dianggap lebih sesuai dengan kemampuannya. Setelah mempertimbangkan dengan matang, Marsah akhirnya memutuskan untuk mengambil langkah tersebut.

Perkuliahan di jurusan Matematika bukanlah perjalanan yang mudah bagi Marsah. Di awal semester, ia merasa nyaman dengan materi-materi dasar yang diajarkan. Namun, mulai semester ketiga, ia mulai merasakan tantangan dari berbagai mata kuliah wajib yang menuntut pemahaman mendalam di bidang Matematika. Tantangan itu justru memotivasinya untuk terus belajar dan berkembang.

Pada semester kelima, Marsah meraih kesempatan bergabung dalam program Kampus Mengajar Angkatan 4 yang diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Setelah melalui serangkaian seleksi, ia berhasil lolos dan ditempatkan di SMP Negeri 2 Bolo, bersama 85 mahasiswa lain dari STKIP Taman Siswa Bima yang juga diterima dalam program tersebut.

Selama lima bulan, Marsah menjalani peran sebagai pengajar sambil tetap mengikuti perkuliahan di kampus. Namun, tantangan besar muncul ketika jadwal mengajar dan jadwal kuliah sering kali bertabrakan, terutama karena jarak antara kampus dan sekolah yang cukup jauh.

Satu momen yang sangat berkesan bagi Marsah adalah ketika ia merasa kesulitan mengikuti mata kuliah Analisis Kompleks karena sering absen untuk memenuhi tanggung jawab mengajarnya. Hal ini membuatnya sadar akan pentingnya komitmen dan pengelolaan waktu yang baik. Namun, meskipun mengalami hambatan, Marsah berhasil melalui semester lima dengan hasil yang memuaskan, bahkan meraih Indeks Prestasi Semester (IPS) 4.00.

Memasuki semester enam dan tujuh, Marsah mendapatkan pengalaman baru melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kecamatan Madapangga. Sebelum KKN, ia juga terlibat dalam program Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) bersama dosen di Sekolah Luar Biasa (SLB) Baiturrahim Sondosia. Pengalaman ini memberikan kesempatan baginya untuk beradaptasi dengan masyarakat dan mengasah kemampuannya dalam memberikan edukasi.

Tiba pada akhir masa perkuliahan, Marsah dihadapkan pada pilihan untuk menyelesaikan skripsi atau menyusun artikel ilmiah dalam bentuk jurnal. Dengan pertimbangan pengalaman di bidang pengabdian, ia memilih opsi kedua. Namun, jalur ini juga tidak bebas dari tantangan. Proses penerbitan artikel di jurnal akademik menuntut kesabaran ekstra, karena ia harus mengganti jurnal beberapa kali hingga akhirnya menemukan yang sesuai.

Meski perjalanan pendidikannya dipenuhi rintangan, Nur Marsah Damayanti tetap teguh menghadapi setiap tantangan dengan tekad yang kuat. Bagi Marsah, pengalaman dan pembelajaran yang ia dapatkan selama di bangku kuliah adalah bekal berharga yang ingin ia manfaatkan untuk memberi manfaat bagi masyarakat di masa mendatang. (Tim)

Pos terkait