Pada tahun 1965, Singapura memperoleh kemerdekaannya setelah berpisah dari Malaysia. Pada saat itu, Singapura menghadapi banyak tantangan seperti kurangnya sumber daya alam, lahan yang terbatas, dan masalah etnis dan agama yang kompleks. Banyak orang skeptis dan meragukan apakah Singapura dapat bertahan sebagai negara merdeka.
Namun, pemimpin Singapura saat itu, yaitu Lee Kuan Yew, memiliki visi yang kuat dan tekad yang tak tergoyahkan untuk membangun negara yang stabil dan makmur. Lee Kuan Yew dan para pemimpin Singapura lainnya mengambil kebijakan yang berani dan inovatif untuk memajukan negara mereka.
Melalui upaya yang gigih dan kebijakan yang bijaksana, Singapura tumbuh dengan cepat menjadi pusat keuangan, transportasi, dan teknologi di Asia. Negara ini mencapai kemajuan yang luar biasa dalam waktu yang relatif singkat, mengangkat tingkat pendapatan dan standar hidup rakyatnya. Bahkan menjadi salah satu negara yang memberikan hutang pada negara besar seperti Indonesia.
Di Pulau Sumbawa, ada sebuah kampus. Kampus kecil. Kampus itu punya tag line, Tamsis Beradab, Go Internasional!
Awal diperkenalkan tag line itu, saya percaya banyak orang yang sinis, dan menertawakannya. Saya salah satu, dari sekian orang yang begitu.
Hal itu normal, sebab orang akan bersikap normal pada hal yang umum. Namun, pada sesuatu yang tak pernah mereka bayangkan, mereka cenderung sinis dan menertawakan.
Tag line Go Internasional itu adalah sesuatu yang aneh dan tidak umum untuk level kampus yang ada di Pulau Sumbawa. Karena memang “tidak ada orang” yang berani bermimpi untuk berkiprah secara internasional di pulau ini. Apalagi di daerah Bima, yang kata orang dana mbari.
Saya tidak akan meramal tentang sejauh mana tag line itu mampu mengepakkan sayapnya. Itu bergantung pada si pencetus tag line. Sejauh mana dia percaya pada kemampuan bangsa dan orang-orangnya. Sejauh mana dia mampu bertahan pada hempasan angin yang kadang membuat ia jatuh dan roboh.
Sebab, jika kita sendiri sudah tidak percaya dengan apa yang kita katakan, maka siapa lagi yang akan percaya. Bahkan, omong kosong sekalipun, jika diucapkan dengan penuh keyakinan, banyak orang yang akan percaya.
Saya akan bercerita tentang apa saja yang telah dilakukan oleh tag line itu. Tag line itu telah membawa anak-anak daerah mendapatkan paspor. Sesuatu yang bahkan mereka sendiri tidak pernah membayangkan bagaimana bentuknya.
Anak daerah yang bermimpi hanya mendapatkan ijazah. Namun, di tempat itu ia mendapatkan pengalaman hidup yang saya yakin menjadi kebanggaan keluarga mereka. Akan diceritakan di setiap pertemuan keluarga, bahwa anak mereka pernah ke luar negeri.
Pengalaman yang akan mereka jadikan modal saat mencari pekerjaan. Bahkan, mungkin akan mereka ceritakan pada calon mertuanya. Pengalaman yang tentu saja, akan mereka ceritakan pada anak cucunya kelak.
Tag line itu telah membawa nama Bima ke kancah internasional. Ya, walaupun masih sebatas Asean dan Australia. Tapi, siapa yang pernah menyangka, siapa yang pernah bermimpi ada nama kampus dari Bima dapat dikenali oleh negara lain, negara lain ya, bukan daerah lain.
Mungkin, memang tag line itu tidak (belum) membawa banyak perubahan. Tapi, tag line itu telah mengubah banyak hal dalam kehidupan seseorang. Tag line itu memang belum terbang sejauh Boeing atau Airbus, tapi tag line itu telah lepas landas. Ia sudah mengakasa. Ia sudah merasakan bagaimana derasnya terpaan angin di cakrawala sana.
Steve Jobs saat memberikan pidato singkat di Standford University tahun 2005 silam pernah berkata. “You can’t connect the dots looking forward, you can only connect the dots looking backwards.”
Gambar-gambar keberhasilan yang sekarang terpampang di media adalah hasil dari beberapa titik yang pernah dibuat. Titik-titik itu bisa menjadi gambar yang hebat karena ada visi besar yang ingin diraih oleh seseorang pada saat itu.
Dan tidak menutup kemungkinan gambar-gambar yang berasal dari titik-titik kecil itu akan menjadi sebuah lukisan indah yang dipandang dan dikagumi oleh generasi mendatang.
“The more connections I make, the further I can reach across the world finding inspiration in every person that I meet.” Matt Pyke.
Sejauh mana tag line itu terbang? Saya, sekali lagi harus menanyakan kepada sang pencetusnya. Mau membuktikan cemoohan dan tertawaan mereka benar atau mereka salah? Sehingga mereka diam, dan dalam diamnya itu meng-aku-i. (RjA).