Bima, Suaraberadab.com— Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Pendidikan dan Keguruan Taman Siswa (STKIP Tamsis) Bima Imanuddin M.Psi menyebut, penghapusan frasa madrasah dalam revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) bukanlah hal substansial. Oleh karena itu, Mendikbud Republik Indonesia sebaiknya membatalkan rencana tersebut.
“Madrasah adalah istilah akademis yang sudah lama dipakai di Indonesia khususnya sekolah-sekolah yang berbasis agama. Toh, tidak ada dampak negatif dari penggunaan istilah tersebut, karena sama saja artinya dengan sekolah. Itu hanya istilah Arab saja,” kata Imanuddin di kampus STKIP Taman Siswa Bima di Palibelo Kabupaten Bima, Senin (18/4/2022) lalu.
Menurut magister psikologis ini, jika pun alasan Mendikbud Republik Indonesia menghapus frasa madrasah dalam RUU Sisdiknas tahun 2022 ytang menjadi bagian dari Omnibus Law karena untuk menghilangkan dikotomi, hal tersebut tidak tepat. Apalagi secara historis, madrasah dan pondok pesantren serta ulama memiliki keterkaitan dalam perjuangan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, sejatinya tidak dihilangkan sebagaimana dalam wacana revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjadi RUU Sisdiknas Tahun 2022.
Dikatakan pria yang akrab disapa Ustadz Imam Mujahid ini, penggunaan frasa dan istilah madrasah menjadi penanda untuk membedakan sekolah umum dengan sekolah berbasis agama Islam yang memiliki mata pelajaran khusus.
Menurut Imanuddin, pemerintah dan negara tidak perlu mengurus hal-hal tidak substansial seperti menghilangkan frasa madrasah dalam RUU Sisdiknas, sebagaimana kontroversi sejumlah kebijakan lain yang kemudian diprotes oleh publik seperti pembatasan volume pengeras suara rumah ibadah serta moratorium izin lembaga pendidikan anak usia dini quran (PAUDQ) dan Rumah Tahfiz Quran. [US]