Bima, Suaraberadab.com— Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Dikbudpora) Kabupaten Bima, Drs Zunaidin MM menyebut, hingga kini satuan pendidikan masih kekurangan 1.872 guru. Karena itu, pihaknya terus membangun kolaborasi dengan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Kependidikan Taman Siswa (STKIP Tamsis) Bima dalam memenuhi kebutuhan pendidikan, termasuk dalam mendorong indeks literasi di Kabupaten Bima.
Mantan Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kabupaten Bima ini menyebut, upaya meningkatkan kompetensi bahasa Indonesia yang digelar Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) di kampus STKIP Tamsis sejalan dengan upaya meningkatkan literasi.
“Dinas Dikpora akan terus mengintervensi (STKIP) Tamsis, akan mengimbaskan TARL (Teaching at the Right Level/ pengajaran berdasarkan level kemampuan siswa) ke SD (sekolah dasar). Karena negara harus hadir untuk mencerdaskan anak bangsa dan datang dengan sistem berkeadilan,” ujar Zunaidin saat membuka sosialisasi Layanan Profesional Bidang Bahasa dan Hukum, Program Pengutamaan Bahasa Negara di Ruang Publik dan Naskah Dinas yang digelar Kantor Bahasa Provinsi NTB di Ruang Beradab STKIP Tamsis Bima, Kamis (17/3/2022).
Mantan Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bima ini mengatakan, saat ini satuan pendidikan kekurangan 1.872 guru. Kondisi tersebut membuat Dinas Dikbudpora Kabupaten Bima terus menggandeng STKIP Tamsis Bima.
Secara umum, komposisi tenaga pengajar di Kabupaten Bima, guru SD sebanyak 4.800. Sebanyak 5.000 di antaranya merupakan tenaga non-pegawai negeri sipil. Zunaidin mengajak seluruh komponen pendidikan mengutamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah serta menguasai bahasa asing. “Bahasa daerah menjadi jembatan untuk anak-anak memahami bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia sebagai jembatan untuk kita menguasai bahasa asing,” ujarnya.
Menurutnya, sosialisasi Layanan Profesional Bidang Bahasa dan Hukum, Program Pengutamaan Bahasa Negara di Ruang Publik dan Naskah Dinas tidak bisa dilaksanakan dalam durasi singkat untuk mencapai hasil yang maksimal. Demikian juga proses penilaian untuk mengetahui perubahan.
“Bima masih 3T (terdepan, terpencil, dan tertinggal). Masih banyak area yang blank. Jika dinilai secara menyeluruh, IDM (indeks desa membangun) masih rendah, karena di Bima tidak familiar (akrab) dengan Daring (model dalam jaringan/ online). Gambaran ini yang menyebabkan kolaborasi tersebut,” ujar Zunaidin. [RF]